Dunia Tasawuf


Segala puji syukur hanya untuk Allah s.w.t. pengatur alam semesta, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan untuk jungjungan kita Nabi Besar Muhammad s.a.w. beserta seluruh para keluarga dan sahabat-Nya. Dengan rasa bahagia yang mendalam saya persembahkan buku ini (Al-Mahera), kehadapan para penuntut (salik), khususnya bagi mer eka yang berminat menela’ah Ajaran Kebatinan Islam, terutama pada jalur Tasawuf Ketuhanan.

Maka dengan niat karna Allah Ta’ala, dan disertai dengan suatu harapan, seyogiyanya dapat dipahami bahwa sesungguhnya Islam adalah Agama yang penuh serat dengan ajaran Kebatinan yang disauk dari telaga Rosulallah s.a.w. yang luas tiada bertepi, suatu ajaran kebatinan yang berabad-abad telah mewarnai kehidupan Rasa Kebatinan Bangsa di Tanah Air yang kita Cintai ini. 

Dengan rasa kerendah hati dan kerdilnya Ilmu yang saya ketahui, semoga buku ini menjadi secuil halus perhiasan dari sebuah Istana Besar nan Megah Islam di Tanah Air Republik Indonesia ini. 

Seiring perkembangan zaman, berkembangnya pula ilmu pengetahuan dan ke-aneka ragaman ilmu. Begutu juga dengan ilmu yang akan kita kupas ini, sudah banyak sekali macam dan golongan-nya, tetapi kita tidak usah putus asa, karna telah dijanjikan didalam Al-Qur’an; “Allah yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak ia ketahui”. Bila kita sebagai Hamba dengan sungguh-sungguh pada pendirian-nya (istiqomah) dalam mencari ilmu, maka Allah s.w.t senantiasa memberi petunjuk-Nya, sebagaiman yang telah di Janjikandalam Al-Qur’an; “Jika mereka benar-benar istiqomah (tetap pendirian/ terus-menerus) diatas jalan itu, sesungguhnya akan kami beri minum mereka dengan air (hikmah) yang berlimpah-limpah”. 

Sering kita mendengar tentang tataran ILMU TASAWUF, tapi setelah kita mempelajari, ternyata tidak lain dan tidak bukan hanya “KULIT TANPA ISI”, dan cenderung mengarah kepada keingkaran yang besar. Pengamat kerohanian cukup beralasan dikala melihat perkembangan yang terjadi didalam dunia tasawuf, khawatir terjadinya ketidak seimbangan antara pembina’an Rohani dan Jasmani, maka cara yang dianggap ampuh oleh para pengamat kerohanian adalah AGAMA. 

Didalam buku Al-Mahera ini memuat tentang perincian-perincian ilmu agama yang mengupas tentang JALAN MENUJU KEBENARAN YANG HAQIQI (kebenaran yang sebenar-benarnya) atau yang biasa kita sebagai orang jawa menyebutnya “ILMU SEJATI”. Mungkin selama ini di dalam kebingungan kita selalu bertanya pada diri sendiri, “APA ITU ILMU TASAWUF ?” Sebelum kita lebih dalam mengupas tentang ilmu Tasawuf, terlebih dahulu kita mengetahui dasar-dasar ilmu. 

Ilmu secara keseluruhan di awali dengan PERCAYA dan YAQIN. Yaqin adalah kecenderungan batin manusia untuk memastikan benar atau salah-nya sesuatu dengan melalui sebab atau tanpa sebab. Karna yaqin termasuk suatu kecenderungan batin, sedang batin itu sendiri bukan urusan langsung manusia, tetapi di urus oleh Allah S.W.T, maka seyogyanya manusia memohon kepada-Nya agar diberikan ke mantapan dan ke teguhan dan keyaqinan itu pada batin. Tanpa karunia dan limpahan Allah s.w.t, tidak akan seseorang mendapat dan menemukan apa yang disebut yaqin. 

“YAQIN ADALAH ILMU YANG DI LETAKAN PADA HATI, HAL INI MENUNJUKAN, BAHWA ILMU YAQIN ITU TIDAK TERMASUK ILMU YANG BISA DI USAHAKAN” 

Ilmu Yaqin, ‘Ainul Yaqin, Haqqul Yaqin dan Wujudul Yaqin 

ILMU YAQIN, adalah keyaqinan yang timbul setelah adanya beberapa keterangan atau dalil, sebagaimana para ‘Arif Billah mengatakan: 
“Ilmu Yaqin ialah, ma’rifat kepada Allah Ta’ala dengan beberapa keterangan” 

‘AINUL YAQIN ialah, keyaqinan yang berdasarkan kenyata’an, tidak ada alasan apapun bila kenyata’an itu ada. “penyaksian terhadap Allah Ta’ala sebelum penyaksian segala sesuatu , hal ini adalah “ainul yaqin” 

HAQQUL YAQIN ialah keyaqinan yang sebenar-benarnya. “Penyaksian kepada Allah Ta’ala secara nyata dan meyaqinkan tanpa dalil dan pembuktian”. 

WUJUDUL YAQIN ialah, Nampak-Nya Allah Ta’ala, dalam segala sesuatu, tanpa“bersatu”, tanpa “terpadu”, tanpa “bersambung”, dan tanpa “berhubung-hubungan”. 

Tetapi sebelum kita meyaqini segala sesuatu, mestilah kita mengenal terlebih dahulu, apa atau siapa yang akan kita yaqini. Sebagaimana yang telah di Tuliskan di dalam Al-Qur’an; 
“MULA-MULA BER-AGAMA ADALAH MENGENAL KEPADA ALLAH S.W.T” 

Mengenal atau dalam bahasa Arabnya ialah “’AROFA”yang lebih dikenal dengan“MA’RIFAT”, penjelasan tentang mengenal (ma’rifat) adalah sangat ni’mat, apalagi bila dapat merasakan-Nya, Rosulallah s.a.w, bersabda; 
“SIAPA YANG INGIN MENJUMPAI ALLAH S.W.T, MAKA ALLAH PUN INGIN MENJUMPAI-NYA. DAN SIAPA YANG TIDAK MAU MENJUMPAI ALLAH S.W.T, MAKA ALLAH PUN TIDAK ADA KEINGINAN MENJUMPAI-NYA”. 

tetapi sebelum kita beranjak jauh untuk mengenal Allah s.w.t, terlebih dahulu kita mengenal Diri kita sendiri, sebagai mana telah di janjikan didalam Al-Qur’an; 
“BARANG SIAPA YANG MENGENAL DIRINYA, MAKA IA MENGENAL TUHAN-NYA” 

Bagaimanapun juga mempelajari ilmu Ma’rifat sangatlah penting. Dan oleh sementara waktu para Arif Billah menghukumkan “fardlu ‘Ain” bagi para mukhalaf untuk mempelajarinya, secara “keseluruhan” dan “fardlu kifayah” mempelajarinya secara “terperinci”. 

Para Arif Billah menegaskan;

“KETAHUILAH, BAHWA PENGENALAN DIRI ADALAH SUATU HAL YANG SANGAT PENTING UNTUK SETIAP PRIBADI, KARNA SIAPA YANG MENGENAL DIRINYA, NISCAYA DIA MENGENAL TUHANNYA. YAITU MENGENAL DIRINYA YANG HINA, LEMAH, SERTA FANA. DENGAN ITU DIA DAPAT MENGENAL TUHANNYA YANG BERSIFAT KUAT, MULIA, DAN KEKAL ABADI. SIAPA YANG JAHIL TERHADAP DIRINYA, BERARTI DIA JAHIL PULA TERHADAP DIRINYA” 

Tidak berlebihan kiranya jika saya menuliskan pengalaman saya dalam mencari ILMU MENGENAL DIRI/ILMU DIRI SEJATI. Berkat di cari akhirnya bertemu juga dengan salah seorang Mursyid yang sudah tua, dan kata orang beliau yang mengetahui ilmu mengenal diri, banyak orang bilang, bahwa beliau banyak memiliki ilmu kesaktian yang bersifat Khawariqun lil’adat (diluar kebiasa’an manusia). 

Singkat ceritanya, pada waktu saya datang, beliau sudah tahu maksud dan tujuan saya datang menemuinya, beliau mengucapkan; “Orang yang tidak mau tahu tentang dirinya, sama saja dengan karung bolong kosong melompong. Kita ini harus tahu, apa asal diri dan apa nama asli diri ini. Dimana letaknya tanah asal Nabi Adam yang ada didalam diri, dan apa nama tanah itu, Alam semesta semuanya ada didalam diri, ada matahari didalam diri, matahari yang bergerak dan matahari yang tidak bergerak, ada angin, ada air, ada sungai, tanah, besi, api, besi kuning, Neraka, surga, semuanya ada didalam diri, siapa yang tidak tahu sorga dan nama sorga yang ada didalam diri, maka jangan harap untuk dapat merasakan sorga, Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il, ataupun Abu Bakar, Usman, Umar, dan ‘Ali, semuanya berada didalam diri,dan ada pula nama masing-masing, siapa yang ingin menjadi jagoan, maka dia harus tahu nama asli ‘Ali yang ada di dalam diri kita sendiri. Dan Siapa yang tahu dimana letaknyapada diri. Ka’bah juga ada didalam diri, siapa yang mengetahui nama asli dan letaknya pada diri, meskipun tidak pergi menunaikan ibadah Haji, sama saja nilainya dengan naik Haji......... 

Kajian ini memakan waktu 3 malam berturut-turut. Jika saya nilai, Dari semua uraian kajian yang tanpa dasar-dasar atau alasan-alasan yang kuat, kunci dari kajian ini hanya apabila kita mengetahui nama asli dan letaknya pada diri, maka selesailah atau lulus......????????. karna hal itulah sehingga saya tidak bisa mengajukan pertanya’an-pertanya’an apapun. Hanya tinggal kita mau Percaya atau Tidak. TITIK. 

Setelah di pahami benar-benar, ajaran ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Ilmu Ma’rifat ataupun Ilmu Tasawuf. Dan ada bagian-bagian yang malah menjurus pada ke-ingkaran atau dengan kata lain, “bukan makin mengenal diri, tapi malah makin jauh dari diri”. Seperti salah satu contoh; tentang nama-nama seperti ka’bah, jibril, Abu Bakar, ada pada diri. Kenapa mesti nama-nama itu yang harus kita ketaui, bukankah kita sedang mencari Ilmu Mengenal Diri? 

Dari ajaran Pa Tua (si guru) tadi, sepertinya menjurus pada Ilmu Hikmah atau dengan sebutan“ngelmu Kesakten” (ilmu kesaktian). 

Selanjutnya saya mencari lagi seorang Guru yang dapat mengajarkan saya tentang Ilmu Mengenal Diri. Tak lama kemudian bertemulah saya dengan salah se-orang petani, yang dari nada bahasanya menerangkan bahwa beliau bukanlah petani sembarangan, maka sayapun mendekati dan mengajaknya berbincang-bincang 

Lama kelama’an akhirnya pak tani itu membuka juga tentang kajian Ilmu Diri, beliau berkata; “bahwa di dalam diri kita ada nama yang satu, yang mana nama yang satu itu adalah nama yang ke 100 dari 99 Asma’ul Husna, barang siapa mengetahui nama itu, maka dialah isi sorga”. 

Setelah mendengar pak Tani itu mengeluarkan kajiannya tentang ilmu diri, maka pahamlah saya, pak tani itu juga bukan lah Ahlinya. 
“Menyauk Ma’na Ma’rifat dengan Allah s.w.t” 

Semua para Ahli Sufi (tasawuf) sepakat, bahwa “hanya dengan Allah-lah, seseorang hamba dapat ber-Ma’rifat dengan-Nya”. Kenapa hanya dengan Allah seseorang hamba kenal dengan-Nya? Ada beberpa keterangan dan dalil; 
1. Pada awal kehadiran manusia di muka bumi, Nabi Adam A.s,- membawa pengetahuan tentang Allah s.w.t. dan tentang segala sesuatu, dan itu semua di ajarkan oleh Allah s.w.t. yang sebelumnya Nabi Adam A.s, belum mengetahui apa-apa, sebagaimana tertulis didalam Al-Qur’an; “Allah ajarkan kepada Adam nama-nama semuanya”. 

2. Lahirnya seorang anak Manusia dari perut Ibunya ke Alam Dunia, sama sekali si bayi tak mengetahui apa-apa, sebagaimana yang telah tertulis didalam Al-Qur’an; “Allah yang mengeluarkan kamu dari perut Ibumu, dan kamu tidak mengerti apa-apa”. Dengan adanya Bakat, Daya Berpikir, Naluri, dan lain-lain, adalah cipta’an yang bukan bikinan manusia itu sendiri. 

3. Dasar keterbatasan manusia adalah suatu hal yang tidak bisa dibantah oleh siapapun. Apa mungkin manusia dengan segala keterbatasan-nya mampu mengenal Allah s.w.t. kalau bukan dengan Allah dengan sebab prantara para Rosul dan Kitab-kitab-Nya, kalimat didalam Al-Qur’an; “Allah yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak ia ketahui”. 

Jadi jelaslah, bahwa pada Haqikatnya untuk ma’rifat kepada Allah s.w.t adalah karna Allah jua. Ya’ni dengan petunjuk-nya, dengan Hidayah-nya dan dengan Kehendak-Nya. Tanpa Dia tidak mungkin seseorang dapat mengenal-Nya. 

Rosulallah s.a.w bersabda; “Hai,, Ibnu Mas’ud, tahukah anda tafsir (LAHAWLA WALA KUWWATA ILLA BILLAH) ? kemudian Mas’ud menjawab “tidak ya Rosulallah”. Selanjutnya Rosulallah pun bersabda; “TIDAK ADA DAYA (menolak) MA’SIAT, DAN TIDAK ADA KEKUATAN UNTUK MELAKUKAN KETA’ATAN KEPADA ALLAH MELAINKAN DENGAN PERTOLONGAN-NYA JUA”.kemudian di tepaknya paha Ibnu Mas’ud seraya barkata“demikianlah tafsirnya yang diberitahukan JIBRIL kepadaku” 

Kepada mereka yang tidak mau meyaqini bahwa “Ma’rifat kepada Allah dengan Allah” dengan kata lain bahwa Ma’rifat-nya adalah karna kemampuan dari dirinya sendiri, kepintarannya sendiri, tidak dirasakan semua itu adalah karna karunia dari Allah s.w.t, terhadap dirinya. Maka para Arif Billah meng-hukum-kan bila dirinya berubah keyaqinan seperti itu, maka dirinya adalah Syirik Khofi. Demikian pula bila mengakui dalam dirinya secara mutlaq, dan dalam arti haqiqi bahwa dirinya bisa makan, minum dan mendapat rizqi, adalah karna kemampuan dari dirinya sendiri, atau dia sembuh dari penyakit dikarnakan obat dari dokter, maka keyaqinan yang demikian adalah keyaqinan yang syiriq. 

“PERASA’AN MURNI” 

Menurut Imam Al-Gozali; “Siapa yang tidak kebagian Ilmu ini (ma’rifat), saya khawatir atasnya akan mendapatkan su’ul khotimah. Dan tidak ada jalan yang dapat mengenal-Nya, kecuali dengan Perasa’an Murni”. 

Yang di maksud dengan Ma’rifat adalah 4 (empat) perkara; “Mengenal Diri, Mengenal Allah s.w.t, Mengenal Dunia, Mengenal Akhirat”. 

Yang dimaksud mengenal diri ialah; “Menegak-kan sifat kehamba’an, rasa hina (dihadapan Allah s.w.t), dan selalu butuh kepada Allah s.w.t”. 

Yang dimaksud mengenal Allah s.w.t ialah; “Mengenal Tuhan dengan segala sifat ke-Mulia’an, ke-Agungan, dan Kuasa”. 

Yang di maksud mengenal Dunia dan Akhirat ialah; “Menyadari diri sebagai pendatang asing dialam dunia ini hanya sebagai seorang musafir, yang suatu sa’at nanti pasti akan kembali lagi ke negri asalnya yaitu Negri Akhirat”. 

Bahwasan-nya, mereka yang telah berhasil mencapai tingkat Ma’rifat dengan perasa’an murni, adalah mereka yang dalam batinnya tidak pernah menghiraukan sesuatu yang ada pada mereka, dan senantiasa bertahan yang ada pada Allah s.w.t. Syeikh Abu Yaziz Al-Bustami r.a ketika ditanya tentang Ma’rifat, beliau menjawab; “Tak terlihat dalam tidurnya selain Allah, dan tidak ada yang ia sukai didalam hidupnya kecuali Allah s.w.t” 

Dapatkah kita merasakan apa yang dirasakan oleh Syeikh Abu Yaziz Al-Bustomi r.a, dengan sekelumit ucapan itu ? Dunia mereka para Arif Billah adalah dunia kebatinan denganasyik wal ma’syuk, mereka tenggelam dalam dunianya yang mereka rasa lebih ni’mat dan suci ketimang dibandingkan dengan dunia materi yang sedang di hadapi. Begitu juga dengan Syeikh Abul Qosyim Zunaid Al-Baghdadi yang sama sekali tidak menghiraukan apapun jua kecuali yang mereka cintai. Kalau dunia materi itu ada pada mereka, sama sekali tidak tersangkut didalam hatinya, meskipun hanya selembar sapu tangan; “hati adalah tempatnya dzikrullah, akal dan nafsu silahkan melaksanakan tugasnya , tetapi jangan menyeret hati yang berperesa’an murni kedalam kancah dunia materi yang menggiurkan”. 

Adapun Ma’rifat itu menurut para Arif Bilah dapat dimisalkan laksana cermin. Bila dia memandang dalam cermin itu, tampak nyatalah/tajali Tuhan untuknya. Syeikh Abul Qosim Junaid Al-Baghdadi r.a berkata; “Wara Air adalah Warna Gelasnya”. Ucapan syeikh Junaid Al-Baghdadi r. itu, ada sebagian ahli tafsir menafsirkan sebagai berikut; “Llahir Batin Allah Ta’ala, Luar Dalam Allah Ta’ala”. Pemahaman demikian adalah sebagai I’tibar yang membahayakan bagi kaum awam, bila tidak ada kejelasan yang rinci, kemungkinan besar orang akan beranggapan bahwa “diri sama dengan Tuhan”. 

Seperti yang diucapkan oleh Ibnu Abbas r.a. ketika di tanya oleh Abu Hurairoh r.a. tentang Ilmu mma’rifat, Ibnu Abbas berkata; “Bila mana ku uraikan tentang apa yang kudapat dari Rosulallah (ilmu batin/ma’rifat), maka pasti akan kamu potong leher aku ini, atau kamu katakan bbahwa aku ini adalah kafir”. 

Disini kuncinya apa yang dimaksudkan dengan perkata’an “tahayur” atau “asyaddu tahayur” . (sangat bingung dan kagum).....”kenapa jadi kagum dan bingung”...????? 

Manusia penuh dengan keterbatasan, tidak semua yang dia rasakan dapat diungkapkan dengan tulisan dan lisan. Di misalkan seseorang penonton film horor digedung bioskop, setelah selesai menonton film, di rumahnya dia ditanya oleh kawannya “bagaimana tadi kamu nonton filmnya,rame tidak?”, dan dia hanya menjawab; “wah sangat rame”, lalu ditanya lagi oleh temannya “rameenya gimana, coba ceritain biar aku tahu”, dijawabnya “pokonya seru deh, heebbat, luar biasa, aku bingung menceritakannya”. Hal ini mengisyaratkan betapa seseorang yang sulit menggambarkan sebuah perasa’an. Semakin kita perhatikah, semakin pula kita memahami apa arti/ma’na yang di sebut rasa. 

Rasa, adalah salah satu sistem yang di ciptakan Tuhan untuk semua Hambanya, sedang rasa itu sendiri tidak berada didalam atau diluar diri hamba, karna rasa itu sendiri inti dari ma’rifat, tidak dalam keada’an diam atau gerak melainkan kita mengetahui keada’an (hidup) dari sebuah keada’an. Dengan rasa itu pula, si hamba dengan mudah mengenal Allah s.w.t. sebagaimana yang telah diucapka Sayidina Abu Bakar r.a. dalam khutbah nya; “segala puja-puji untuk Allah yang tidak pernah menciptakan jalan apapun bagi makhluk untuk ma’rifat kepada-Nya kecuali (makhluk itu sendiri) dapat merasakan kelemahan untuk ma’rifat kepada-Nya”. 

Tingkatan Ma’rifat 

Tingkatan Ma’rifat kepada Allah s.w.t. ada 3 bagian; 
1. Ma’rifat dengan Allah s.w.t. 
2. Ma’rifat dengan Dalil 
3. Ma’rifat ikut-ikutan saja (taklid) 

Tingkat yang tertinggi dari ketiga tingkatan itu adalah “ma’rifat kepada Allah dengan Allah”. Untuk mereka yang mencapai tingkat Ma’rifat dengan Allah, terdapat perbeda’an menurut ukuran apa yang telah terbuka buat mereka itu. Golongan inilah yang disebut awliaatau waliyullah. 

Bermacam-macam karomah yang meraka dapatkan sesuai dengan tingkatan mereka disisi Allah. Yang mengetahui benar derajat kewalian itu hanya Allah s.w.t, sendiri. Atau orang yang mendapat pemberitahuan Allah tentang ke-Wali-an seseorang. “siapa yang berkata bahwa dirinya sendiri adalah seorang waliyullah, maka orang itu adalah pendusta dari segala pendusta”. 

Seseorang yang hanya merada pada tingkatan ke-dua, “ma’rifat dengan dalil”, belum tentu dapat mengeti tentang kewalian yang berada pada tingkat pertama, kecuali dia mendapat petunjuk dari Allas s.w.t. adapun golongan awam bisa mengerti kedudukan seseorang pada tingkat pertama itu, karna adanya pemberitahuan dari tingkatan yang lebih tinggi lagi. 

kalimat yang dikutip dari kitab Alhikam (Syeikh Ahmad ibnu Athoillah) adalah menerangkan dalam arti ilmu ma’rifat. Yang dengan keterangan-keterangan tersebut, menunjukan bahwa tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi (menghijab) Allah, ke-Maha Nyata’an, ke-Maha Dekatan, dan Maha Besar-Nya Allah s.w.t, sudah harus pasti diyaqini kepastian dan kebenaran-Nya. Jadi jelaslah bahwa yang terhalang/terdindingi itu adalah manusianya itu sendiri. Dinding/Hijab yang menutupi pandangan batin manusia adalah: 
a. Keingkaran 
b. Kebodohan/tidak adanya pengertian 
c. Prasangka buruk 
d. Terlalu sibuk dengan urusan duniawi dan mengabaikan urusan ukhrowi. 

Ke’ingkaran adalah lawan kata dari Kekufuran, sekaligus juga sumber dari segala kemaksiatan lahir dan batin. Orang yang ingkar terhadap martabat dirinya sendiri yang memiliki naluri ber-kepercaya’an /ber-agama, keingkaran yang membuat orang tidak perduli dengan hukum haram dan halal, semua cara bisa dilakukan asal tujuannya dapat tercapai. Mungkin juga keingkaran itu dilakukan terhadap Allahs.w.t, 

Kebodohan/tidak adanya pengertian terhadap tuhan, maka orang tersebut akan mudah terombang-ambing dan tanpa punya pendirian dalam kehidupan. Kebodohan yang dimaksud disini, bukan berarti rendah tingkat kecerdasan, karna banyak kenyata’an bahwa seseorang yang tingkat kecerdasannya dibawah setandar, namun ketekunan-nya dalam melakukan keta’atan beribadah dapat melebihi orang yang lebih tinggi tarap kecerdasannya. 

Dengan kebodohan dan ketidak tahuan kepada Allah Ta’ala, bisa terjadi sikap dan prilakunya malah bertentangan dengan ajaran agama yang dianutnya, orang yang demikian berpendirian bahwa soa meyaqini dan percaya pada Tuhan adalah hal yang mudah, dianggapnya tidak begitu penting, asal tahu tuhan ada dan tuhan itu maha esa, katanya itu saja sudah cukup. Kenapa harus bertele-tele,,,,,,, orang yang demikian itu, mungkin saja dia succes dalam kehidupan duniawi dan materi atau tergolong......yang terhormat....... maka untuk mereka Allah berfirman: 
“Maka sesungguhnya bukan buta mata tetapi buta hati yang ada di dalam dada” 

“Siapapun yang masih hidup didunia ini dalam kebuta’an (kebodohan tentang ilmu tauhid), maka di akhirat kelak akan lebih buta dan sesat jalan” 

Demikian pula dengan adanya perasangka buruk terhadap ajaran tasawuf ketuhanan dan perasangka buruk terhadap dirinya sendiri dengan menyangka “ini ilmu-nya para wali, bukan ilmunya orang awam seperti kita”, maka hal itu juga merupakan Hijab/Dinding yang menutupi seseorang untuk bisa merasakan nikmat ber-Ma’rifat dan penyaksian (musyahadah). Ilmu-Nya wali juga Ilmu-Nya Rosulallah s.a.w, para wali dapat menyauk ilmu dan ma’na dari Rasulallah s.a.w, juga para Wali mengambil tauladan. 

Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang gugur sebelum sampai ketujuan, dan selanjutnya orang itu tidak akan dapat merasakan ni’matnya ma’rifat dan penyaksian : 
1. Malas 
2. Bimbang (ragu)/lemah pendirian 
3. Pamer 
4. Merasa gagah/hebat sendiri 
5. Boros 

Selain itu ada pula faktor-faktor yang menggagalkan ialah: 
1. Membangga-banggakan diri agar mendapat pujuan dari orag lain 
2. Tertutup hatinya karna merasa ilmu dan amalnya sudah dianggap lebih dari cukup 

Ke-tujuh faktor tersebut adalah penyakit batin kelas berat, setiap apa yang dinamakan “penyakit batin” adalah borok/koreng pada wujud RUH. Bila mana borok/koreng itu belum juga sembuh hingga akhir hayat, maka hal itulah yang menyebabkan menjeritnya RUH sa’at keluar dari tubuh (sakaratul maut) dan sesudah keluarnya, naudzubillah wa suma naudzu billahi mun dzalik. 

Rosulallah s.a.w menegaskan bahwa RUH yang semacam itu dinamakan “Ruh yang paling jelek”, digambarkan oleh Rosulallahs.a.w, “malaikat maut ketika mencabut nyawa manusia yang penuh penyakit, si malaikat sambil menutup penciumannya dikarnakan bau busuk yang tidak terkira, Naudzubillahi min dzalik. 

Bagaimana usaha untuk mengobati penyakit batin tersebut, para ‘Arif billah menegaskan, dengan ketekunan dan kesungguhan untuk mengatasi semua itu, dan sepenuhnya harus di sadari bahwa faktor-faktor tersebut benar-benar suatu penyakit yang berbahaya dan harus di tanggulangi, diumpamakan seorang pemabuk minuman keras ataupun penjudi , akan sulit meninggalkan kebiasa’annya itu, bila dia tidak menyadari betapa bahayanya yang akan di timbulkan oleh kebiasa’an-nya itu. 

“Latihan-latihan PENYAKSIAN” 

Meskipun penyaksian pada dasaarnya bukanlah urusan hamba, tetapi benar-benar tergantung sepenuhnya atas “kehendak Allah s.w.t”. namun para ‘Arif Billah yang sudah punya pengalaman dalam hal ini, memberikan beberapa petunjuk untuk memudahkan seseorang untuk mendapatkan-Nya. Adapun latihan-latihan ini tidak berarti memastikan keberhasilan, tetapi di sisi lain tetap mendapat nilai tinggi dan termasuk dalam kategori “penyaksian dengan Ilmu” 

Dalam Ilmu Ma’rifat ada dua cara latihan dalam penyaksian: 
a. Penyaksian Dzat 
b. Penyaksian Nur 

Kedua cara ini pada dasarnya adalah satu kesatuan, sama sekali tidak ada perbeda’an tingkatan dan tidak pula terpisah. 

Penyaksian Dzat. 
Yang dimaksud penyaksian dzat bukan berarti penyaksian dalam Wujud Dzat, karna satu hal yang mustahil untuk bisa menyaksikan Wujud Dzat Allah s.w.t. Allah adalah “Laitsa kamitslihi sayi’un” (tidak ada seumpama-Nya). Dia bukan JIRIM dan bukan juga JISIM. Perinsif LAITSA ini harus menjadi dasar pegangan jangan sampai bergeser sedikitpun, sebelum melakukan latihan ada 4 (empat)harus sudah dimengerti dan dipahami dengan penuh keyaqinan: 
1. Ke-Satuan Perbuatan (Tauhidul Ap’al) 
2. Ke-Satuan Nama (Tauhidul Asma) 
3. Ke-Satuan Sifat (Tauhidus-Sifat) 
4. Ke-Satuan Dzat (Tauhiduz-Dzat) 
ke-empat-empatnya termasuk dalam ruang lingkup “Penyaksian Dzat”. 

Penyaksian Nur. 
Dalam rangka ,melatih penyaksian Nur, perlu terlebih dahulu memahami pengertian “MARTABAT TUJUH”, meskipun ajaran tersebut berbau filsafah, namun sisi ajaran tersebut berlandaskan Al-Quran dan Hadits Rosulallah s.a.w, serta pendapat-pendapat yang mempunyai dasar-dasar yang kuat dari para Arif Billah. 

Dalam ajaran ini difokuskan kepada ajaran tentang Nur Muhamad, cara ini adalah salah satu cara yang dapat mempercepat seseorang mencapai tujuan. Tentang Nur Muhamad adalah salah satu mas’alah perbeda’an pendapat. Oleh sebab itu tergantung seseorang sepanjang apa yang di kaji dan dipegangnya. Hanya satu catatan, siapa yang telah mengambil ijazah Martabat Tujuh dari Mursyidnya, maka mau tidak mau dia wajib memegang keyaqinan itu. 

Tata cara Latihan Penyaksian. 
Memandang Syuhud terhadap Diri Sendiri. 

Secara umum kita sudah yaqin bahwa diri ini dengan segala kelengkapannya adalah cipta’an Allah s.w.t. dia yang menghidupkan, dia yang pada haqikatnya memberi makan, minum, dan memberi rizki dan sebagainya, semua ini adalah Ap’al Allah s.w.t. 

Bagaimanakah tentang sikap hidup, perbuatan kita apakah dari diri kita sendiri ?. 

Dalam arti lahir dan kenyata’an pandangan mata kita sendiri “YA”, tetapi apakah pandangan lahir itu dapat memastikan dalam arti yang sebenar-benar-Nya (hakiqi) bahwa itu mutlaq begitu ? 

Bukankah Allah s.w.t secara tegas menyatakan : “AKU YANG MENCIPTAKAN KALIAN DAN AKU PULA YANG MENCIPTAKAN APA YANG KALIAN KERJAKAN”. 

Dengan dasar dalil tersebut, maka para ‘Arif Billah meyaqini benar bahwa “apapun yang dilakukan oleh hamba, pada hakikatnya adalah perbuatan Allah s.w.t yang disandarkan kepada hamba”. Hamba hanyalah Obyek Perbuatan-Nya yang pada haqikatnya itu hanyalah Bayangan semata. 

Kita pandang dan renungkan diri ini, banyak pekerja’an yang telah di lakukan oleh diri dihari ini. Apa saja yang telah dibuatnya di hari ini semenit yag lalu. Berapa jumlah gerak dan getaran jantung juga kerdip mata selama semenit itu ? bunyi apa saja yang didengar oleh telinga, perasa’an dan pikiran apa saja yang terlintas ? Ternyata.... TIDAK MAMPU memberi jawaban rinci dan mendetail atas pertanya’an itu. 

Setelah di renungkan lagi, ada bagian-bagian pada diri; denyut jantung, peredaran darah didalam tubuh, datangnya penyakit, bahkan yang lebih ajaib lagi yaitu perasa’an gembira dan sedih, ternyata tidak mampu dikuasai oleh diri. Siapa yang menggerakan-nya dan melakukan itu semua ?.......... diam, tak ada jawaban. 

Mungkin itu karna adanya daya hidup sebagai penggerak. Daya hidup itulah yang di sebut RUH. Namun pertanya’an berikut-nya; Ruh atau daya hidup yang tak berwujud dan taktampak oleh mata, bagaimana mungkin dapat bersenyawa dengan tubuh kasar ini ?....... Lantas, apa dan kenapa bisa timbul apa yang dinamakan kehendak ? hati menggerakan tangan dan kaki, lalu tangan dan kaki bergerak sesuai dengan kehendak hati, kenapa hubungan itu bisa terjadi? Kata orang, si hati berhubungan dengan syaraf otak, lalu syaraf otak mengirim perintah kepada syaraf tangan dan kaki, sehingga terjadilah gerakan. Bagaimanakah bisa terjadi hubungan dan keterpaduan antara syaraf otak, anggota tubuh dan hati dengan kecepatan yang sangat tinggi ???...... Apa mungkin ada unsur lain yang lebih menguasai terhadap diri ???.. Kita misalkan sebuah Mobil. Meskipun mobil itu masih gress, bahan bakarnya cukup, mesin bagus, aki baru, tetapi nyatanya yang lebih menguasai dalam menggerakan-nya adalah SOPIR, hanya dengan menggerakan konci kontak dan menginjak setarter, bukankah pak Sopir itu bukan mobil atau komponennya, jelas pak sopir itu bukan mobil, tetapi pak sopir itu adalah unsur lain dari mobil?...... tambah tinggi bobot pertanya’an, maka tambah hening, dan diam tanpa jawaban....... 

Disinilah si Diri mengakui kelemahannya, kebodohannya, kekurangannya, dan tidak mempunyai secara keseluruhan. Diri itu bersifat FANA, sama sekali tiada arti bila dibanding dengan Allah s.w.t, yang lebih berkuasa dan menguasai dirinya. Akhirnya si Diri melampiaskan suara hatinya yang paling dalam; “NYATA SEKALI, BAHWA DIRIKU INI PADA HAQIKATNYA HANYALAH LAKSANA WAYANG DI TANGAN DALANG”...... 

Sebagai mana yang telah dituliskan didalam Al-Qur’an; “Dan Allah-lah yang telah menciptakan kalian dan menciptakan pula apa yang kalian kerjakan”. 

Pada ayat tersebut jelas bahwa apapun yang kita kerjakan adalah semata-mata sudah ada terlebih dahulu, namun bukan berarti pada tiap gerak ataupun prbuatan hamba (perbuatan maksiat, jahil dll) itu semata-mata karna ‘Ap’al Allah, melainkan, karna Allah bagaimanaperasangka hamba-nya. Sebagaimana yang telah di Firmankan Allah pada Al-Qur’an; “sesungguhnya aku mengikuti segala perasangka hambaku”. 

setelah melihat betapa Besar-Nya dan Hebat-Nya Ap’al Allah s.w.t. termasuk Sempurna-Nya pengaturan segala sesuatu; Alam serta Isinya, mengatur gerak dan diam, mengatur tingkah manusia yang penuh misteri, meletakan dasar-dasar hukum (hukum sebab akibat) dan sebagainya, maka bagi hati orang beriman dan tentrem rasa yaqin, betapa tiada berarti sekali Ap’al Hamba di bandingkan Ap’al Allah s.w.t. yang amat mengagumkan. Dengan pandangan batin ini, maka hati, akal , perasa’an manusia secara jujur mengakui; 

“dalam arti haqiqi, hilang sirna-lah (fana) segala ap’al hamba dan seluruh makhluk ini, yang tampak dan jelas adalah hanya ap’al Allah s.w.t” 

Salah seorang Ahli Tasawuf berkata; 
“Ya Allah yang telah berfirman, dan firman-Nya adalah benar, Dan Allah yang menciptakan kamu dan menciptakan apa yang kamu kerjakan, tak ada seorang Hambapun yang dapat melahirkan ucapan, perbuatan, gerak, ataupun diam, melainkan sudah ada terlebih dahulu pada Ilmu-Nya(Qodlo dan Qodar)” 

“WUKUF QOLBI” 

(PERHENTIAN HATI) 
“SIAPA YANG MENGHADAPKAN (TAWAJUH) PANDANGAN BATIN-NYA KEPADA RUH-NYA SENDIRI, NISCAYA TERBUKA UNTUK-NYA APA YANG ADA PADA HIDLIRAT KETUHANAN DARI SEGALA RAHASIA. MAKA IA AKAN SAMPAI KEPADA MA’RIFAT TUHAN-NYA DENGAN MA’RIFAT PENYAKSIAN (SYUHUD). KARNA HAQIQAT RUH KEMANUSIA’AN ADALAH SEPERTI CERMIN UNTUK HADLIRAT KETUHANAN ITU. YANG PADANYA TERDAPAT KEKUATAN FIKIRAN MURNI(WUQUFUL AQLIYAH) YANG MERUPAKAN PERMATA KETUHANAN (JAUHAR ILLAHI). SIAPA YANG TERBUKA BAGINYA JAUHAR ITU, DIA DAPAT MELIHAT SEMUA (RAHASIA) SIFAT-SIFAT ALLAH, RAHASIA NAMA-NAMA-NYA, DAN RAHASIA DZAT-NYA, DENGAN TERSISIHNYA BAYANGAN, DAN DIA MELIHAT PULA SEMUA KEADA’AN FIKIRAN DAN PENGINDRA’AN” 

Menurut setahu saya, ajaran Wukuful Qolbi termasuk salah satu ajaran yang harus melalui ijazah khusus dari seorang MURSID yang tepat dan memang ahlinya. Tidak bisa dengan Ijazah ‘Am (ijazah umum). Oleh karna itu saya tidak mencantumkan tatacara seluruhnya tentang Wukuful Qolbi secara detail di buku ini, mohon ma’af. 

Adapun ada kata-kata istilah yang digunakan oleh para ahli Tasawuf dalam menjalankan hubungan Hamba dengan Tuhan-nya. 

Diantaranya ada 4(empat) istilah, yang mana menurut Ahli Qalam istilah ini tidak dapat di terima dalam Syari’at Islam, karna bertentangan ‘Ijma’ para Ulama, namun ke-4 istilah ini dapat di jelaskan oleh para Ahli Tasawuf walaupun secara ringkas, namun dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menjalani hubungan Hamba dengan Tuhan. 

1. “ITIHAD” 
Adalah perpaduan dari dua unsur atau lebih, bercampur menjadi satu (manunggal), misalnya; Campuran sedikit kopi bubuk, sedikit gula, dan segelas air panas, lalu menjadi minuman yang di sebut “segelas kopi manis”, mereka yang menolak istilah ini karena“sebagian dengan sebagian yang lain”, yang dalam hal ini tidak mungkin terjadi(percampuran dan perpaduan antara Dzat Tuhan dengan Diri Hamba), meskipun dalam hal ini dapat di pahami/ma’lumi oleh para Ahli Tasawup yang sulit mengungkapkan/menggambarkan yang telah di rasakan, namun para Ulama menghendaki jangan sampai menggunakan istilah-istilah yang sulit du pahami oleh Umat yang belum mengelan dasar-dasar Ilmu Tasawuf. Jadi jelasnya istilah itihad atau yang biasa disebutmanunggal antara Dzat Tuhan dengan Diri Hamba, jangan di wejang kepada salik/santriyang belum memumpuni ilmu tauhid-nya. 

2. “HULUL” 
Biasanya diartikan/terjemahkan dengan “bersatu antara Dzat Tuhan dengan Diri Hamba”. Kata “hulul” pada dasarnya mempunyai ma’na yang sama dengan “itihad”, namun pada rasa bahasa pengertian dan perkata’an “hulul” agak longgar di banding dengan perkata’an “itihad”. Sebagai misal; sepiring gado-gado yang terdiri dari “unsur- lontong, kacang, sayur dan sebagainya menjadi satu nama yang disebut “gado-gado”. Semua unsur bercampur dalam satu piring, tetapi masih dapat dibedakan antera yang satu dengan yang lainnya. Bila di istilah ini digunakan dalam rangka hubungan antara Dat Tuhan dengan Diri Hamba, berarti ada keseimbangan Martabat/tingkatan, yang satu meng-hajatkan yang lain, atau dengan kata lain, tidak bernilai yang satu jika tidak disertai yang lain, mustahil hal tersebut bila dihubungkan dengan yang lain. “Allah tidak berhajat terhadap sesuatu, dan tidak mengambil manfa’at dari sesuatu”. 

Contoh hulul; “’’ ada se-ekor Ikan yang sedang mencari Air, dia mondar mandir kesana kemari sibuk tetapi rindu, kemudian berjumpa dengan tunggak yang berada di tengah-tengah dasar sungai. Si Tunggak itu bertanya; “hai,,ikan, apa yang sedang kamu cari ?”, jawab ikan “aku selama ini dengan sussah payah mencari air, namun belum juga aku menemukannya, apakah kau tahu dimana air itu ?”, dengan sepontan si tunggak itu tertawa dan berkata; “hai,,, ikan, bukankah kamu selama ini bersama-Nya? cobalah kamu tenangkan dirimu, karna diketenangan itulah kau akan menemukan air, kemanapun kamu menghadapkan wajahmu, disitulah kamu akam betemu denganNya”. Barulah si ikan sadar, betapa sedemikian dekatnya air itu kepadanya. 

3. “ITTISOL dan INFISOL” 
dapat diterjemahkan “Bersambung” atau “Berhubungan”. Dan dengan pengertian yang sama menurut pengrtian ini, terjadinya hubungan antara Hamba dengan Tuhan adalah dengan “amal”. Tanpa amal, takan terjadi hubungan apapun. Paham ini ditolah karna amal si hamba mempunya peranan pokok dan menentukan. Padahal, menurut paham yang benar berdasarkan dalil-dalil yang kuat bahwa seseorang dapat beramal adalah karna karunia dan rahmat dari Allah s.w.t. jadi jelasnya hubungan Hamba dengan Tuhan, tergantung pada kehendak Allah sendiri (ma’rifat billah), bukan ditentukan oleh amal sihamba, masuk Syurga sekalipun bukan ditentukan oleh amal si hamba, karna amal hamba adalah cipta’an Allah s.w.t. jadi Dho’if lah jika berperasangka bahwa dengan amal kita dapat berhubungan dengan Tuhan. Dimisalkan; sebuah gelas cantik buatan pabrik, apakah kita dengan memiliki gelas itu lantas kita dapat berhubungan dengan pabrik-nya atau direkturnya ? tentu tidak. Amal diciptakan untuk mengenal/dekat, karna, dekat karna adanya amal, juga jauh karna tidak adanya amal. Selain itu istilah ittisol dan infisol ini menggambarkan adanya jarrak antara Hamba dengan Allah s.w.t. 

Yang dipahami oleh Ahlul Kasyaf adalah paham “WAHDAH” atau “WIHDAH” yang artinya“KE-ESA-AN”. Diantara mereka ada yang menyebutnya dengan istilah “WAHDATUS-SYUHUD” (ke-satuan penyaksian), sekedar membedakan dengan paham “WIHDATUL WUJUD” (kesatuan wujud). Penyaksian yang dimaksud menyangkut; “WIHDATUL AP’AL” (kesatuan perbuatan), “WIHDATUL ASMA” (kesatuan nama), “WIHDATUS-SIFAT” (kesatuan sifat) dan “WIHDATUZ-DZAT” (kesatuan dzat). 

Bagaimanapun juga semua itu adalah hanya kata, istilah, pengertian untuk membedakan i s y a r a t dan i’ t i b a r, menggambarkan atas apa yang di-rasa-kan. Apapun yang keluar dari kedua bibir adalah sekedar isyarat dan ‘itibar. Setepat-tepatnya isyarat dan ‘itibar, tidak akan mampu menunjukan wujud dan ke-ada’an sebenar-benar-nya (haqiqi) dari sesuatu yang digambarkan. 

Bagi seorang salik/murid/penuntut ilmu, sebaiknya menggunakan istilah yang umum saja, yang mudah dimengerti/pahami. dengan itulah cara yang paling aman dari perasangka orang yang belum mengeyahui istilah tersebut. Misalnya dengan menggunakan istilah “amat dekat”lebih dekat dari urat pernafasan. Tentang bagaimana kedekatan Tuhan dengan Diri Hamba, maka sebutkan saja; “Allah yang Maha Tahu akan Maksudnya”. 

“MELIHAT TUHAN” 
Dikalangan para ulama (Ahlus sunah wal Jama’ah), masih dipertanyakan; “apakah melihat tuhan hanya di Akhirat saja?” untuk itu ada dua pendapat; 
1. Melihat Tuhan Hanya di Akhirat saja. 
2. Melihat Tuhan bukan saja di Akhirat, tetapi dapat melihat-Nya di Dunia, (yaitu dengan “Mata Batin”). 

Pendapat ke-dua itu mendasari pendapatnya dengan alasan; Bahwa Rosulallah s.a.w. sa’at melakukan Isra’ Mi’raz, benar-benar melihat Allah s.w.t. dengan segala kesempurna’an-Nya. 

Kesimpulannya, bahwa sesungguh-nya alasan kuat menurut para Ulama Ahlus Sunah wal Jama’ah, bahwa Rosulallah s.a.w. melihat Allah s.w.t. dengan nyata, pada malam Isra’ Mi’raz. 

Para Awliya mendapat Karunia dari Allah s.w.t, bahwa mereka dapat melihat Allah Jala Jalaluh dengan segala Kesempurna’an Wujud-Nya, dengan mata Batin mereka, sebagai suatu “karomah” untuk mereka, seperti juga Mu’jizat untuk Rosulallah s.a.w. Syeikh Abdul Qodir Al-Zailani q.s. bahkan para Ulama Sufi umumnya mengakui dan mengemukakan; 
“Apabila Ruhaniyah dapat menguasai tubuh kasar (basyariyyah), maka pandangan mata berlawanan dengan mata batin. Mata tidak akan dapat melihat, kecuali hanya pengertian-pengertian yang terlihat oleh mata Batin” 

Pengertian “Ruhaniyah dapat menguasai basyariyyah”. Dapat diambil misal; “Seseorang yang amat takut oleh “hantu”, ketakutan yang mempengaruhi jiwanya. Bila sedang berjalan pada malam-malam buta, ada se-ekor tikus sedang berlari di kelaras daun pisang, tiba-tiba terlihat olehnya suatu gerakan pada pohon pisang tersebut, seseorang itu pasti lari ketakutan, karena yang terlihat adalah bener-bener hantu katanya” 

Ungkapan tersebut menunjukan pendirian pada kalangan Ahli Sufi bahwa; “melihat Allah s.w.t. dapat terjadi didunia dengan pandangan mata Batin yang mendapat Nur Allah s.w.t”. yang oleh Syeih Abul Qosim Junaid q.s. (syeikh Junaid pada masanya terkenal sebagai Ulama yang Waro’ “tekun beribadah” seorang Waliyullah pada masanya, beliaw wafat pada hari Jum’at saat membaca Suroh Al-Baqoroh ayat 70) 

Sehubungan dengan ucapan beliaw ketika ditanya oleh Murid-Nya; “wahai,,, guruku Abal Qosim, apakah benar Anda melihat Tuhan pada waktu engkau menyembah-Nya ?” Abal Qosim pun menjawab; “Kami (para Arif billah) tidak akan menyembah-Nya bila kami tidak melihat-Nya, dan tidak pula kami berTasbih Untuk-Nya bila kami tidak Mengenal-Nya”. 

Dalam hal ini perlu di ingat, bahwa pengertian yang di maksud “penglihatan”, bukan melihat “ke-Ada-an bentuk, rupa, wujud, atau warna, dari Dzat Allah s.w.t”. selain itu mereka mengakui bahwa penglihatan ini akan lebih jelas lagi kelak setelah berada di kampung Akhirat. 

Salah seorang Ahlul Kasyaf berkata; “Melihat Allah s.w.t. didunia dengan mata Hati adalah dapat diterima oleh Akal, jika seandainya tidak bisa diterima oleh Akal, tentulah perminta’an Nabi Musa a.s. untuk bisa melihat Allah s.w.t adalah hal yang mustahil. Karna tidaklah mungkin seorang Nabi tidak mengerti tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh bagi Allah s.w.t.”. sebagaimana yang telah tertulis didalam Al-Quran;“tatkala Allah tajalli pada gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur”. Maka apabila Allah dapat Tajalli pada gunung, padahal gunung itu adalah benda padat, kenapa tidak mungkin Allah “tajalli” pada Rasul-rasul dan Wali-wali-Nya ?”. 

Berbicara tentang permohonan Nabi Musa untuk bisa melihat Allah s.w.t. hendaklah disimak dahulu pada Al-Qur’an; 
“Dan tatkala Musa datang untuk munajat pada waktu yang telah kami tentukan, dan tuhan berbicara padanya, maka Musa berkata; “Ya Tuhan-ku nampak-kan lah (diri-Mu) padaku agar aku dapat melihat-Mu”, Tuhan berfirman; “Kamu tidak akan dapat melihat-Ku, tetapi lihatlah Bukit itu, maka bila bukit itu tetap pada tempatnya, niscaya kamu akan dapat melihat-Ku”, ketika Tuhan Tajalli/nampak pada bukit itu, kejadian itu membuat bukit itu hancur dan Musapun Pingsan, setelah musa sadar kembali Musapun berkata; ”Maha Suci Engkau, dan aku ber-Tobat kepada-Mu, dan aku orang yang pertama ber-Iman”. (Q.S. Al-‘Araf : 143) 

Dalam Ayat ini terdapat beberapa ayat yang perlu kita renungkan; 
• Tidak akan dapat melihat-Ku 
• Tuhan Tajalli/nampak pada Gunung 
• Bukti hancur 
• Musa a.s. pingsan 

1. Tidak akan melihat Aku. 
Suatu peringatan dari Allah s.w.t. bahwa sesungguhnya mata manusia yang berbentuk bulat yang terletak pada rongga mata dengan daya lihatnya yang sangat tebatas, tidak akan mampu melihat Tuhan. Tetapi bukan berarti menutup kemungkinan untuk diliahat dengan Mata Hati. Bila Mata Hati itu dilengkapi oleh Allah dengan Nur-Nya yang kemudian disebut dengan “nyala pendangan batin”, mampu menguasi pandangan mata kepala, yang kemudian mata kepala sama sekali tidak dapat berpungsi termasuk tidak berfungsi-nya daya fikir dan seluruh kemampuan jasmani. Maka pada kondisi itulah terjadinya melihat Tuhan. 

2. Tuhan Tajalli pada Bukit/Gunung. 
Pada pemahaman/pengertian yang ke2 ini berhati-hatilah dalam memahaminya, karna penampakan yang dimaksud bukan berarti “Allah menampakan diri-Nya, dengan mengambil tempat pada bukit/gunung”, Allah yang Maha Esa, yang Maha Meliputi, maka mustahil baginya menempati ruang dan tempat dalam keada’an wujud yang permanen. Sebagaimana Sayidina Ali r.a. berkata; “Allah tidak bertempat, karna Dialah yang menciptakan Ruang dan Tempat”. 

Pengertian Tajalli menurut pandangan para ‘Arif Billah adalah; “TAJALLI ALLAH TA’ALA IALAH; DIA MENAMPAKAN DIRI-NYA SENDIRI TANPA ADANYA YANG LAIN DARI DIA, DENGAN SEGALA KESEPURNA’AN SIFAT-SIFAT-NYA DAN NUR-NYA YANG LAITSA KAMITSLIHI SAYIUN”. 

Tiada pena dapat melukiskandan tak ada kata yang dapat diucapkan dan tak ada pula hurup yang dapat dirangkai. Tajalli Allah pada gunung menerangkan bahwa Allah dapat berTajalli pada apa saja yang Dia kehendaki, lebih-lebih kepada para Rasul dan Wali-wali-Nya atau kepada siapapun yang ia kehendaki. Apabila Allah tajalli pada hamba-Nya yang ia kasihi, maka Allah akui bahwa mata, kuping, kaki, tangan dan seluruh anggota tubuh-nya, Allah s.w.t. seperti apa yang saya tahu pada buku hadis menerangkan; 

“Hambaku yang merasa dekat kepada-Ku dengan melaksanakan Amal-amal Sunah, sesungguhnya Aku mengasihinya, dan Akulah yang jadi pendengarannya, yang dengan itu ia dapat mendengar, Akulah yang jadi Matanya, yang dengan itu ia melihat, Aku yang menjadi lidahnya, yang dengan itu ia berbicara, Aku pula yang menjadi Hatinya yang dengan itu ia bercita-cita, bila ia meminta/memohon kepada-Ku, Aku perkenankan do’anya, dan apabila ia meminta pertolongan kepadaku, Aku tolong dia. Aku amat suka kepada hambaKu yang mempersembahkan ibadahnya kepada-Ku dengan penuh ke-Ikhlasan”. 

Untuk mencapai tingkat tajalli haruslah melalui beberapa jalan yaitu; 

• TAKHOLLI. ( تخلّ ) 
Takholli adalah pengosongan Diri dari segala sifat-sifat tercela dan di isi dengan sifat-sifat terpuji. 

• TAHALLI. ( تحلّ ) 

Pengosongan fikiran dan Hati dari segala macem persoalan Duniawi dan menghiasinya hanya semata-mata dengan “dzikrullah”. Pengosongan dalam arti “fana dari segala yang fana” hati dan fikiran itu pun fana, lalu terasa kemanisan dan keindahan, yang tiada terkira. Istilah dalam syair tua menyebutnya “rasa yang tiada berasa”. 

Petunjuk didalam Al-Quran; “Segala sesuatu hilang sirna kecuali wujud-Nya” 

Dan ada pula “semua pasti lenyap sirna, sedang yang kekal abadi hanya wajah Tuhanmu yang Maha Memiliki Kebesaran dan keMulia’an”. Dan ada juga; “Apa yang ada padamu akan hancur, dan apa yang ada pada Allah Kekal Abadi”. 

“Merenungi “THURSIIN” si Bukit Sinai”. 

Tertulis di dalam Al-Qur’an; “Demi TIN dan ZAITUN, dan Orang-orang THUR-SIIN dan demi Negri yang Aman ini”. 

Diawali denga cerita Nabi Musa a.s.; 
Diceritakan di dalam Al-Qur’an bahwa ketika Nabi Musa a.s. akan melakukan dialog dengan Tuhan di daerah perbukitan, lalu masing-masing gunung dan bukit menawarkan dirinya untuk pertemuan Agung dan dialog Tingkat Maha Tinggi itu. Masing-masing gunung menampakan/memamerkan ke gagahannya sambil berkata; “Akulah yang paling kukuh dan tegar diantara jejeran Bukit dan Gunung di wilayah ini”. Musa a.s. diam seribu bahasa sambil memandang penuh perhatian, mengitari dan menyimak segala suara dan kata, sampai beliaw melihat sebuah Bukit yang tidak mengeluarkan kata ataupun suara (itulah dia si Bukit Siinai/Thur-Siin). Kemudian Nabi Musa a.s. mendatangi Bukit itu dan bertanya; “Wahai,, Bukit, kenapa tiada suara dan katamu seperti teman-temanmu yang lain ?” Bukit SIIN pun menjawab; “Wahai,,, Tuanku, Aku mengakui bahwa engkau adalah utusan Allah s.w.t. akupun malu untuk berbicara, akupun merasa kerendahan diriku di hadapan Allah ‘Azza wa Zalla, namun demikian, jika sekiranya Allah berkenann aku tentu menyampaikan puji syukurku yang tiada terhingga ke-Hadirat-Nya ‘Azza wa Jalla”.Akhirnya si Bukit THUR-SIIN ini jualah yang mendapat anugrah, sibukit yang tiada kesombongan dan ke-angkuhan pada dirinya, sibukit yang merasa kefana’an dirinya dihadapan Allah ‘Azza wa Jalla. Bukit yang mendapat kehormatan ini dicantumkan namanya didalam Al-Qur’an. 

Jika kita lihat dari sudut Tafsir, maka pada cerita ini ada ke-unikan dan ke-asyikan yang tersembunyi. 

Didalam Surah At-Tiin, Allah bersumpah atas nama makhluk-Nya, bahwa ada tiga benda yang sangat ditonjolkan yaitu; “TIIN – ZAITUN – THUR-SIIN”. 

“buah TIIN”, jika diperas dan diambil sari patinya, dapat dijadikan bahan minyak wangi. 

“buah ZAITUN”, jika diperas dan diambil sari patinya, dapat dijadikan minyak untuk bahan makanan. 

Tetapi mungkin jika dikampung kita bisa kita ambil contoh buah “kelapa”, pada sabuk dan tempurung-nya dimisalkan “syari’at”, pada daging-nya dimisalkan “thorekat”, dan bila pada dagingnya di parud kemudian di peras maka air santannya dapat dimisalkan “haqiqat”,kemudian pada santan itu apabila digodog dan kkeluarlah minyaknya, maka dapat dimisalkan minyaknya itu sebagai “ma’rifat”. 

Bukit THUR-SIIN sebuah bukit dipadang pasir, dari segi bahasa “thur” berarti “bukit”, dan “siin” berarti “siin”, jadi jelas bahwa bukit thur-sinn artinya adalah “BUKIT SIIN”. 

Siapakah SIIN itu ???????? 

ېٰسٓ٬ﻮالقران الحڪېم٬ انّك لمن المرسلېن 

“Ya,, SIIN (wahai SIIN), Demi Al-Qur’an yang penuh Hikmah. Sesungguhnya engkau (wahai sin) adalah salah seorang Rosul” 

Seorang Rosul yang menerima Wahyu adalah Muhammad s.a.w. maka panggilan Wahai Sin berarti “Wahai Muhammad” 

Allah Tajalli dipuncak Sin. 

Bukankah nama Muhammad sudah tertera dipintu gerbang ‘Arasy ?, bukankah Nabi Adam a.s. memohon ampunan dengan wasilah Muhammad ?. dan bukankah Nabi Musa a.s. pernah berdo’a kepada Allah; “Ya Allah, andaikata aku hidup di zaman Nabi Muhamad, aku brsedia menjadi pengikut-Nya” ?. bahkan bukankah Nabi Muhammad adalah Rahmatan lil ‘Alamin, ‘Alam yang lalu, yang sekarang dan yang akan datang ?..... 

Masya Allah.......... betapa mulia-Nya Nabi Muhammad di sisi Allah s.w.t. jika tanpa Muhammad, maka tak akan pernah ada pula Rahmat yang dirasakan oleh ‘Alam dan isinya. Dalam Hadits Qudsi Allah berfirman; 

“JIKA BUKAN ENGKAU,,,, JIKA BUKAN ENGKAU (Hai Muhammad) TIDAK KUJADIKAN SEMUA INI”. 

Muhammad adalah “R A H M A T” bagi ‘Alam semesta dan isinya. Rahmat selalu ada dimana-mana, waktu lalu, kini dan akan datang. Rahmat datang dari sifat Ramaniyah dan Rahimiyah Allah s.w.t. Sifat tidak akan berpisah dengan Dzat. 

Dipuncak SIN, disari patinya TIIN dan ZAITUN, disari patinya KELAPA itulah dia “BALADIL ‘AMIN” (Negri yang Aman dan Sentosa). Adakah didunia ini Negri yang bener-bener Aman dan Sentosa dalam arti Haqiqi ?.... “tidak”. Takan pernah ada kedamaian haqiqi di dunia ini. 

Lalu dimana “Baladil ‘Amin” itu ?????? 

عندملك جبّار 

“Disisis Allah yang Maha Raja Diraja, Maha Gagah Perkasa” 

Seba’it syair yang Insya Allah dapat dijadikan bahan perenungan; 

“Sholawat dan Salam untuk-Nya,,, 

Manusia yang tiada Otak bila tidak begitu,,, 

Cahaya cemerlang, sumber jadi segala-Nya,,, 

Lenyap Sirna aku didalam Nur-Nya yang Agung,,, 

Tenggelam aku didalam ke-Esa-an-Mu,,, 

Dengan Rahasia-Mu,,, Ya ,,, Tuhan-ku yang memiliki Kemulia’an,,,,, 

Tiada Kata,,, Tiada Hurup,,,, Tiada pula Suara,,,,, 

Yang ADA hanya Kerinduan kepada yang Maha ADA.......!!!!!!! 

“ISYARAT HURUF ISLAM” 

ا س ﻻ م 

ISLAM berasal dari kata “asslama” (menyerah), dan kata “salima” (selamat). Dari kata-kata ini dapat kita simpulkan bahwa dalam kata islam, ada sebuah ungkapan petunjuk; 

“menyerahkan diri kepada Allah secara mutlaq sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad s.a.w. untuk mencapai keselamatan didunia dan Akhirat” 

ISLAM terdiri dari 4 huruf; (ALIF – SIN - LAM ALIF - MIM) = (اسﻻم) 

• “ALIF”. 

Mengisyaratkan kata “ANNA” (aku) انّا 

“ALLAH” ﷲ 

“AHAD” (tunggal) احد 

yang apabila kita tarik garis lurus menjadi sebuah kalimat “AKU ADALAH ALLAH YANG MAHA ESA”. Sesuai dengan apa yang tertulis didalam Al-Qur’an “ 

قل ﻫﻮﷲاحد 

(katakanlah; Dialah Allah maha Esa). 

ﻻاله إلّا أنّې فعبدنې 

(tiada Tuhan selain Aku, maka Sembah-lah Aku) 

Dan ada juga yang tertulis didalam Al-Quran; “Dan tidak kami mengutus seorang Rosul sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku” 

- Makhluk menyebut-Nya HUWA ( هو ) = Dia 

- Allah menyebut-Nya ANA ( انّا ) = AKU 

Kesimpulan; “Bahwa Isyarat Huruf ALIF, seakan-akan melahirkan Kalam Qodim; “Aku Allah Yang Maha Esa, siapa yang ingin berjumpa dengan-Ku, hendaklah beramal Soleh dan janganlah menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun. Untuk sampai kepadaku ikutlah SIIN (huruf ke-2)”. 

• “SIN” ( س ). 
Pada hurup sin yang ada dikedua dari kata islam ini terdapat 3(tiga) gerigi, yang mana pada gerigi pertama mengisyaratkan “Syari’at”, gerigi ke-2 mengisyaratkan “Tharikat”, dan pada gerigi ke-3 mengisyaratkan “Haqiqat”. Jika pada ke-3 petunjuk ini, apakah si hamba dapat mengenal Allah s.w.t. sebagaimana pada anjuran yang ada pada hurup Alif ? jawabannya ialah tidak. karna tidak adanya jalan/cara. lalu apakah mungkin seseorag hamba dapat mengenal-Nya, Lantas dimana kah ma’rifat-Nya untuk dapat mengenal-Nya,,,?? disamping hirup SIN terdapat hurup “LAM ALIF dan MIM”. Mari kita kupas lagi pada huruf berikutnya yaitulam alif dan mim. 

• “LAM ALIF dan MIM” 
Pada huruf inilah kita dapat mengetahui siapa yang harus kita ma’rifati. Tarnyatama’rifat telah digabung Pada isyarat huruf lam alif dan mim ini melambangkan bahwa;lam alif “LAILAHAILLALLAH” 

( ﻻاله اﻻﷲ ) = ( ﻻ ) 
(Tiada Tuhan yang Mawujud selain Allah) 

dan huruf mim “MUHAMMADARASULALLAH” 
( محمّدرسولﷲ ) = ( م ) 
(Muhammad Utusan Allah) 

Kedua Kalimah ini adalah Kalimah yang paling Indah, laksana Pohon yang Kukuh, Akarnya terpancang di tujuh lapis Bumi, dan Pucuknya menjulang tinggi sampai ke Ubun-ubun Langit. 

Syari”at, Thoriqat, Haqiqat, terhimpun dalam Ma’rifat. Bila salah satu pada gerigi SINditiadakan, maka tidak bersyari’at atau berhaqiqat, berariti tidak melalui jalur sin, maka tidak merasakan ma’rifat, dan tidak akan diterima dihadlirat-Nya. Sebagaimana yang telah dituliskan didalam Al-Qur’an; “Sesungguhnya Agama disisi Allah adalah Agama Islam”. Dan pula didalam Al-Qur’an; “Siapa yang mengharapkan Agama selain dari Agama Islam, tidak bisa diterima (segala amal-nya) dan dia di Akhirat termasuk Orang yang rugi”. 

“ISYARAT HURUF KALIMAH SYAHADAT” 
Dua Kalimah Syahadat ini dinamakan juga Kalimah Nur, Kalimah Tauhid, dan Kalimah Taqwa, huruf-huruf nya terdiri dari 24 Huruf. 

Pada 24 Huruf itu mengisyaratkan bahwa Malam dan Siang juga ada 24 Jam. Apabila seseorang mengucapkan Kalimah Syahadat ini dengan Ikhlas pada sa’at yang hening dan sepi, Allah berfirman; “Aku ampuni segala Dosamu yang Kecil maupun yang Besar, yang Nyata maupun yang tersembunyi, dan yang disengaja maupun yang tidak disengaja, demi kehormatan Kalimah ini” 

• LA ( ﻻ ) = 2 Huruf 

• ILAHA ( اله ) = 3 Huruf 

• ILLA ( إلّا ) = 3 Huruf 

• ALLAH ( ﷲ ) = 4 Huruf 

Jumlah = 12 Huruf = Mengisyaratkan Siang 12 Jam 

• MUHAMMAD ( محمّد ) = 4 Huruf 

• ROSUL ( رﺳﻮل ) = 4 Huruf 

• ALLAH ( ﷲ ) = 4 Huruf 

Jumlah = 12 Huruf = Mengisyaratkan Malam 12 Jam 

Dalam hal ini seolah-olah memberi isyarat selama 12 jam malam dan 12 jam siang tidak putus-putus-nya ber-Dzikir kepada Allah s.w.t. sebagaimana yang telah tertulis didalam Al-Qur’an; “Dan mereka memuji-muji Tuhan secara terus menerus 

Para ‘Arif Billah sudah bertekat dalam Hidup-Nya yang terlukis dalam Sya’ir; 

“Tiada Lupa, meski sehembus Nafas” 

“Tiada Terlena, meski sedenyut Jantung” 

“Tiada Lalai, meski sekedip Mata” 

Tujuh Kata dalam Kalimah Syahadat, yang melambangkan serba tujuh. 
a) Tujuh Lapis Langit dan Bumi 
b) Tujuh Sorga 
c) Neraka 
d) Tujuh Proses Kejadian Nabi Adam 

1. Tanah Asal 
2. Zat Air 
3. Hawa/Angin 
4. Api/Zat Panas 
5. Bentuk 
6. Bentuk Sempurna 
7. Ruh/Jiwa 

e) Tujuh Peroses Kejadian Anak Cucu Nabi Adam 
1. Sari Pati Tanah Asal 
2. Air Manik 
3. Percampuran Seperma 
4. Segumpal Darah dalam Rahim Ibu 
5. Tulang Belulang 
6. Daging Pembungkus 
7. Ruh/Jiwa 

f) 7 (tujuh) kata pada Kalimah Syahadat terdiri dari 4 Kepunya’an Allah, dan 3 Kepunya’an Rosul. 

ﻻ اﻟﻪ إلّا ﷲ 

4 3 2 1 

محمّد رسول ﷲ 

3 2 1 

4 + 3 = 7. Mengisyaratkan serba 7 (tujuh) termasuk Hari ada 7 (tujuh). 

4 x 3 = 12 Mengisyaratkan 12 Jam Siang dan 12 Jam Malam. 

g) Tujuh Ayat Suroh Al-Fateha. yang juga disebut (tujuh ayat yang diturunkan dua kali, pertama di Mekah, dan ke-2 di Madinah. Bahkan disebut juga sebagai ‘Ummul Qur’an, sebuah Surat yang tidak terdapat pada Kitab Taurot, Zabur dan Injil. 

h) Tujuh Huruf yang ter-Hijab dalam Suroh Al-Fateha. 

Pada Huruf Hija’iyah ada 7 (tujuh Huruf yang tidak ada dalam surat Al-Fatiha yaitu; 

1. Tsa = ( ث ) = TSANA’UN = ( ثناء ) Artinya = Pujian 

Pujian ini terdapat pada Isyarat Huruf Syahadat, “Memuji pada siang dan Malam dengan pujian yang takterhingga”. 

2. Jim = ( ج ) = JALLIYYUN ( جلېّ ) Artinya = Nyata/Tampak 

“Manakala Allah Tajalli pada Bukit, maka bukit itupun Hancur berkeping-keping” 

3. Kho = ( خ ) = KHIFATAN ( خېفۃ ) Artinya = Sunyi. 

“Ingatlah kepada Tuhan-mu dengan kerendah Hatian, Sunyi dan tanpa di Nyaringkan” 

4. Zai = ( ز ) = ZIYADATUN ( زېادۃ ) Artinya = Tambahan 


“Untuk orang yang berbuat baik degan perbuatan yang terbaik (kehendak Hati), Mendapatkan Tambahan Melihat Tuhan” 

5. Syim = ( ش ) = SYIFA’A ( شفاء ) Artinya = Penyembuh 

“Kami turunkan sebagian Al-Qur’an itu adalah untuk Penyembuh dan Rahmat” 

6. Zho = ( ظ ) = ZILLUN ( ظلّ ) Artinya = Naungan 

“Tidak ada Naungan yang paling Indah kecuali Naungan Allah s.w.t” 

7. Faa = ( ف ) = FANA’A ( فناء ) Artinya = Sirna 

“Semuanya adalah Fana dan yang kekal abadi adalah Zat Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran Dan Kemulia’an” 

٬١ بسم ﷲ ١لرّحمن الرّحيم ۞ ث ۞ ثناء 

٬٢ الحمد للّہ ربّ العلمين ۞ ج ۞ جلّي 

٬۳ الرّحمن الرّحيم ۞ خ ۞ خيفة 

٬٤ ملك يوم الدّين ۞ ز۞ زيادة 

٬٥ إيّاك نعبد و إيّاك نستعين ۞ ش ۞ شفاء 

٬٦ اهدنا الصّراط المستقيم ۞ ظ ۞ ظلّ 

٬٧ صراط الّذين انعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضّالّين ۞ ف ۞ فناء 

i) Dalam ajaran Sifat Dua Puluh (ilmu kalam) terdapat 7 Sifat Ma’ani. 

Disebut Sifat Ma’ani, karna Sifat-sifat Allah itu “pengertian-Nya” tergambar pada Hamba. Orang Sufi menyebutnya “majaz” (bayangan) pada Hamban Hamba sebagai menerima Cahaya (mustanir). Pada haqiqatnya semua Sifat-sifat itu milik Allah .w.t. adapun semua sifat-sifat itu sebagai berikut; 

1. QUDRAT = ( قدرت ) (Kuasa) 
2. IRODAT = ( إرادت ) (Kehendak) 
3. ‘ILMUN = ( علم ) (Tahu) 
4. HAYAT = ( حيات ) (Hidup) 
5. SAMA’ = ( سماء ) (men-Dengar) 
6. BASAR = ( بصار ) (me-Lihat) 
7. KALAM = ( كلام ) (Bicara) 

“Sesungguh-nyalah kami kepunya’an Allah, dan kepadanyalah kami kembali” 

Penjabaran huruf LAM ALIF dan MIM pada huruf ISLAM dengan Kalimah Syahadat, yang dalam penggalian dari segi Huruf dan Angka, benar-benar mengacu pada ILMU MA’RIFAT. Ma’rifat ternyata benar berada pada THUR-SIIN (Puncak Siin) yang hanya dengan itulah Hamba dapat berjumpa dengan ALIF (Allahu Ahad). Ma’rifat (Mengenal) Diri, ‘Alam dan Allah s.w.t. yang membuka tirai dan penyaksian, adalah damba’an segenap para ‘Arif Billah dari kalangan Ahli Sufi. 

Alangkah Indah dan Nikmat-nya, bila terjadi perpaduan Mahabbah (Cinta Kasih) dalam suasana yang Agung dan Indah, perpaduan dalam ‘Alam WAHDAH (ke-Esa-an) lepas dari Ittihad, Hullul, Ittisol dan Infisol, bukan perpaduan atau persatuan Dzat. 

Pada suatu sa’at, betapa Nikmat-nya bila datang Undangan Agung yang penuh Kehormatan dari Yang Maha Pengasih kepada Kekasih-Nya. 

“ISYARAT HURUF BASMALAH 

بسمﷲالرّحمن الرّحېم 

Diantara Ulama ada yang berpendapat bahwa Allah s.w.t. telah menurunkan Wahyu-Nya kepada para Nabi dan Rosul, berjumlah 100 buah Suhuf dan 4 Buah Kitab; 

= 30 Suhuf untuk Nabi Adam a.s. 

= 60 Suhuf untuk Nabi Sist a.s. 

= 10 Suhuf untuk Nabi Ibrahim a.s. 

= 1 Kitab Taurat untuk Nabi Musa a.s. 

= 1 Kitab Zabur untuk Nabi Dawud a.s. 

= 1 Kitab Injil untuk Nabi ‘Isa a.s. 

= 1 Kitab Al-Qur’an untuk Nabi Muhammad s.a.w. 

Seratus buah Suhuf itu semuanya terhimpun dalam 4 buah Kitab, Sedang 3 Kitab semuanya terhimpun dalam Kitab Al-Qur’anul Karim, sedang pada Al-Qur’an yang 30 Juz itu seluruhnya terhimpun dalam surat Al-Fateha, selanjutnya pada 7 ayat surat Al-Fateha itu terhimpun pula pada kalimat “BISMILLAHIRROHMANIRROHIM”. 

Terungkap sudah bahwa seluruh Suhuf dan Kitab yang telah diturunkan oleh Allah s.w.t. kesemua-nya itu terhimpun dalam Surat Al-Fateha, dan pada surat Al-Fateha itu terhimpun pula pada kalimat BISMILLAHIRROHMANIRROHIM yang terdiri dari 19 Huruf. Rosulallah menjelaskan tentang Riwayat turunnya Kaliman Basmalah ini didalam hadits; 

“Ketika Ayat BISMILLAHIRROHMANIRROHIM ini Allah turunkan, Awan-awan pada lari ke Timur, Angin tidak ada yang bergerak, tetapi laut-laut bergelombang, Bintang-bintang dengan penuh perhatian mendengarkan apa yang sedang terjadi. Setan-setan direjam dan dilemparkan Panah Api dari Langit, dan Allah bersumpah demi Kemulia’an-Nya dan kebesaran-Nya bahwa apabila menyebut Namanya atas sesuatu niscaya Allah limpahkan Berkah pada sesuatu itu”. 

Sebuah Hadits lagi meriwayatkan; 
“Siapa yang ingin supaya Allah selamatkan dia dari penanganan Malaikat Zabaniyah yang berjumlah 19 orang (penjaga neraka), maka hendaklah “BISMILLAHIRROHMANIRROHIM”, niscaya Allah buatkan untuk-nya (yang membaca) dari setiap satu Huruf itu dengan sebuah Syurga”. 

• Huruf pertama pada kalimat BASMALLAH adalah huruf “BA” ( ب ). 

Sedangkan Huruf Bismillah bertumpu dan terhimpun pada “TITIK BA”. Banyak diantara para ‘Arif Billah mempokuskan makna dan pengertian Basmalah ini pada Titik Baa, dengan kepanjangan kata; 

بې كان ﻣﺎﻛﺎن بې ﻳﻜﻮن ﻣﺎﻳﻜﻮن ﻓﻮﺟﻮد العوالم بې 

(Dengan Aku ADA, apa saja yang telah ADA. Dan dengan Aku akan ADA, apa saja yang akan ADA. Maka ADA-nya semua ‘Alam ini adalah dengan-Ku) 

Dengan adanya kalimat”Dengan AKU “ADA”, se-olah-olah mengisyaratkan sebuah petunjuk, bahwa ADA-Nya yang menjadikan semua ini, karna adanya yang Maha ADA, tapi siapakah yang Maha ADA itu ? 

Disamping Huruf “BA” ( ب ) ada Huruf “SIN” ( س ), Kita kembali kepada Isyarat Huruf ISLAM, yang mana pada Huruf ALIF ada anjuran agar kita apabila ingin mengenal yang di sebut Yang Maha ADA itu harus mengikuti “SIN”. 

Keterangan yang ada pada huruf SIN ialah; “Syare’at, Thorekat, Haqiqat” tetapi tida ada keterangan “Ma’rifat”-Nya, dimanakah Ma’rifat-Nya itu, dan siapa kah yang di Ma’rifati itu ?????? 

Kita lihat disamping huruf SIN ada huruf “MIM” ( م ). Pada huruf inilah keterangan“Ma’rifat”-Nya, lalu siapa yang di Ma’rifati ? kita lihat disamping huruf MIM ada sebuah Nama“Allah” ( ﷲ ) Dia-lah yang harus kita Ma’rifati. Lantas Allah yang mana yang harus kita Ma’rifati ? kita lihat disamping Nama Allah ada Nama-Nama yang menerangkan tentang-“Nya”,yaitu;“AR-ROHMAN” ( الرّحمن ) dan “AR-ROHIM”( الرّحيم ). 

Jelaslah bahwa yang harus kita sebagai Hamba wajib me-Ma’rifati adalah Allah yang memiliki Sifat Ar-Rohman dan Ar-Rohim. 

Dari kepanjangan kata yang ada pada huruf “BA” kita dapat simpulkan bahwa, pada “titik Ba”, ada sebuah Huruf “ALIF SEJATI” yang jumeneng, sebagaimana huruf alif yang ada pada awal huruf ISLAM, yang tidak ada huruf disebelum-nya. 

Huruf ALIF pada titik Ba ini menjelaskan sejati dari si “EMPU”-nya; 

انّا الحقّ 

(AKU YANG MAHA BENAR) 

Inti pada kalimat “Anna Al-Haq”, ada pada Huruf “Alif”, yang mengisyaratkan sebuah “Issim Dzat” yaitu “ALLAH”. 

Yang apabila dijabarkan; 

انسان كامل 

Subhanallah, belum di jabarkan kita sebagai makhluk-Nya sudah terkagum-kagum, Nama-Nya saja sebegini sempurnanya apalagi Dia-Nya,,,???? Allahu Akbar... 

Terlebih dahulu saya jelaskan kepada Sahabat-sahabat tentang ”Asma Jalallah” (Allah). Bahwa nama yang selama ini kita sebut-sebut sebagai nama Tuhan, bukanlah seperti yang kita perasangkakan selama ini, bahwa Tuhan mempunyai Nama sebagaimana Makhluk-Nya yang memiliki Nama. Satu hal yang perlu kita ingat dan Imani adalah: “Tuhan bersifat LAITSA KAMITSLIHI SAYI’UN”. Cobalah kita renungkan, apa arti kalimat “Laitsa kamitslihi sayi’un” bukankah bahwa Tuhan berbeda dengan segala sesuatu yang Dia ciptakan .......? Jika Tuhan punya Nama, berarti sama dengan makhluk, karna makhluk memiliki nama.....????? 

Asma Jalallah (Allah) adalah Gelar atau Sandangan bagi semua Gelar-Nya, di misalkan: pada Th 1945, ada se-Orang penguasa “PRESIDEN SOEKARNO”, apakah nama yang di sebut “PRESIDEN” itu adalah Nama Asli SOEKARNO,,,,?? Jawabnya pastilah Bukan. PRESIDEN adalah GELAR bagi se-Orang Raja yang mengepalai suatu Negri, Penguasa dari segala penguasa di Negri itu, dan Presiden tidak ada 2 (Dua) dan 3 (tiga) atau lebih, tetapi Tunggal. Sekali gus agar semua Makhluk-Nya dapat mengingat-Nya. Di misalkan lagi: apabila kita sedang duduk ngeriung membicarakan tentang NEGARA, dan di antara riungan ada yang menyebutkan “PRESIDEN”, pastilah dengan sepontan pikiran kita tertuju pada satu Orang yaitu “SOEKARNO”, kenapa,,? Karna hanya ada 1 Penguasa di Negeri itu, yaitu SOEKARNO. Jadi jelaslah bahwa Asma Jalallah (Allah) adalah Nama Induk dari semua Gelar-Nya. 

Kita kembali pada pokok pembahasan kita tentang Isim Dzat. 

Pada Nama Allah terdiri dari 4 (empat) Huruf, Alif, Lam Awal, Lam Akhir dan Ha. 

• Alif isyarat dari pada Dzat. 

sebagaimana yang telah di ucapkan oleh salah se-Orang ‘Arif Billah “Alif Dzat, sangatlah erat hubungan-nya dengan Mukasyafatul Yaqin (terbukanya Hijab tentang ‘Ilmu Yaqin)”. Pada kalimat ini ada yang peru kita kaji yaitu Mukasyafatul Yaqin, terbukanya tirai ilmu yaqin sehingga tidak ada lagi keraguan dalam Musyahadah (penyaksian). Sedangkan kajian pada ‘Ilmu Yaqin hanya ada kata “ANNA” (Aku) dan “AL-HAQ” (Yang Maha benar), dari keterangan ini kita tidak menemukan sebuah Nama, Bentuk, Rupa, Warna atau apapun yang menerangkan Empu-Nya, hanya menerangkan tentang ke-ber-ADA-an-Nya, bahwa Adanya Yang Mencipta dari semua ini, Dialah yang kita sebut “TUHAN” itulah sebabnya Dia adalah “Laitsa kamitslihi sayi’un”. 

• Alif isyarat dari pada Jalal. 

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Ke-Agungan/ke-Mewahan-Nya tiada yang dapat menyamai-Nya atau menandingi-Nya, baik Luar maupun Dalam. Ke-Agungan-Nya atau ke-Mewahan-Nya terlihat dari semua cipta’an-Nya yang tiada seorangpun dapat menciptakan-nya. 

• Alif isyarat dari Huruf Alif pada Nama Ahmad. 

• Alif isyarat dari pada Jibril a.s. 

Jibril a.s adalah salah satu Malaikat-Nya yang di anugrahi sebagai Imam dari seluruh Malaikat-malaikat-Nya. Jibril asal katanya adalah “Jabar-‘Ail”, dari bahasa Suryani yang artinya “Ke-Besaran/ke-Agungan Tuhan”, yang di hiasi oleh Tuhan dengan Sifat Jalal-Nya. Yang senantiasa dipercaya/di tugaskan untuk Menyampaikan Wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa untuk semua Utusan-Nya. Jibril a.s. dicipta dari Cahaya, dan wujudnya Besar, tinggi, berbul.