Islam adalah agama yang cinta damai. Karena itu, Islam sejatinya tidak suka perang. Perang hanyalah pintu darurat (emergency exit) yang tidak dikehendaki atau keterpaksaan (QS al-Baqarah [2]: 216).
Permusuhan antara dua kelompok tanpa perang dan pertumpahan darah, dipandang oleh Alquran sebagai kebaikan dan nikmat besar dari Allah SWT, seperti yang terjadi pada perang Khandaq dan Ahzab. (QS al-Ahzab [33]: 25).
Alquran juga memandang perjanjian damai yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan pihak kafir Quraisy, yang dikenal dalam sejarah sebagai ‘Perjanjian Hudaibiyah’ (Shuluh al-Hudaibiyah) sebagai kemenangan dan pembebasan (al-fath).
Allah berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.”
(QS al-Fath [48]: 1).
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.”
(QS al-Fath [48]: 1).
Sehubungan dengan ayat tersebut, Umar ibn al-Khattab bertanya kepada Nabi Muhammad SAW. “Afathun huwa ya Rasulallah?” (Apakah ini sebuah kemenangan ya Rasulullah?”
Rasul menjawab, “Ya, itu sebuah kemenangan.”
Sahabat Umar semula tidak menyangka dan tidak bisa membayangkan bahwa ada kemenangan besar atau pembebasan yang berhasil dilakukan oleh kaum Muslimin, tanpa perang dan tanpa pertumpahan darah.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sesungguhnya orang mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujuraat [49]:13).
Kenyataan ini, menurut ulama besar dunia, Yusuf al-Qaradlawi, menunjukkan dengan jelas kecenderungan Islam pada kedamaian.
Dalam buku Khithabuna al-Islami fi `Ashr al-Aulamah, al-Qaradlawi menunjukkan bukti-bukti lain tentang dukungan Islam terhadap perdamaian.
1. Islam mendorong kaum Muslim agar menyambut setiap ajakan menuju perdamaian (QS al-Anfal [7]: 61).
2. Rasulullah SAW mengingatkan para sahabat agar tidak mencari-cari musuh (HR Bukhari dan Muslim).
3. Rasulullah SAW melarang kaum Muslim menamai anak-anak mereka dengan nama ‘Harb’ (perang) dan ‘Murrah’ (pahit-getir), dua nama kebanggaan pada masyarakat jahiliah.
Semangat damai Islam ini perlu diupayakan dan diperjuangkan dalam realitas kehidupan, baik dalam skala nasional, regional, maupun Internasional.
Dalam buku al-Da`wah al-Islamiyah: Ushuluha wa Ma`alimuha, Ahmad Umar Hasyim, mantan rektor al-Azhar, mengusulkan agar visi kedamaian Islam itu diwujudkan melalui empat hal ini.
Pertama, menciptakan suasana tenang dan damai dalam masyarakat (al-amn al- Ijtima’i).
Kedua, membebaskan masyarakat dari berbagai gangguan internal dan eksternal, baik berupa propaganda maupun gangguan fisik.
Ketiga, menciptakan stabilitas dan rasa aman melalui peningkatan produktivitas kerja. Keempat, melakukan rekonsiliasi terhadap pihak-pihak yang bertikai (al-Ishlah bain al Mutakhashimain).
Ada satu lagi yang diusulkan Umar Hasyim, yaitu keadilan. Ia mengatakan, tak ada kedamaian tanpa keadilan. Keadilan adalah saudara sejati (akhun syaqiq) dari kedamaian.
Dari Ibnu Mas’ud RA, ia berkata :
Rasulullah SAW bersabda:
” Maukah aku kabarkan kepadamu orang yang diharamkan masuk neraka atau orang yang nereka itu haram baginya?, (Neraka itu) diharamkan atas setiap orang yang halus, lembut dan mudah"
[HR. Thirmidzi, ia berkata: "Hadits Hasan", dan Ibnu Hibban dalam shahihnya]
[HR. Thirmidzi, ia berkata: "Hadits Hasan", dan Ibnu Hibban dalam shahihnya]
Dari Jarir bin Abdullah RA, ia berkata :
Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :
” Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memberi kepada orang yang kasih sayang apa-apa yang tidak diberikan kepada orang yang pandir(bodoh). Dan apabila Allah mencintai kepada seorang hamba, Allah memberinya sifat kasih sayang. Dan Tiadalah suatu keluarga yang terhalang kasing sayang, melainkan mereka terhalang pula dari kebaikan”
[HR. Thabrani, Muslim dan Abu Dawud]
[HR. Thabrani, Muslim dan Abu Dawud]
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”
(QS. 16:125)
(QS. 16:125)
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya”
(QS. 2 : 272)
(QS. 2 : 272)
Dalam Al-Quran Allah berfirman,
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan kepada-Nya-lah aku kembali”
(QS Asy-Syura [42]: 10).
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan kepada-Nya-lah aku kembali”
(QS Asy-Syura [42]: 10).
Semoga Allah SWT senantiasa selalu memberi petunjuk kepada kita sekalian an kita semoga termasuk orang-orang yang mendapat petunjukNya.
Amin ya Robbal ‘alamiin
Tulisan ini dikutip dari berbagai sumber
Wassalamu’alaikum Wr Wb.
A.Jimmy Maulani,SE