Wabah fenomena buruk sangka


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saudara-saudaraku sekalian, mari kita merenung sejenak terhadap apa yang telah kita lakukan atau kita ucapkan…adakah dari perbuatan atau ucapan kita tergolong telah menciderai persaudaraan atau bahkan membangkitkan permusuhan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.

Allahu Akbar….. begitu banyak orang yang menggunjingkan orang lain dengan alasan kebenaran, begitu mudah menilai orang, meghakimi orang bahkan mempengaruhi orang untuk membenci orang lain atau kelompok yang tidak sepaham.

Padahal kalau kita sadari mengomentari perbuatan orang lain tentunya lebih mudah dari mengerjakannya, contoh : Dengan enaknya kita berkomentar terhadap permainan Sepak Bola bahkan seorang Pemain terkenalpun bisa dengan mudah dipersalahkan, padahal coba turun ke lapangan dan lakukan permainan tersebut….!!!! Mampukah ????

Tidak jarang kita mendengar di media elektronik, bagaimana begitu gampangnya seorang pakar menilai buruk fihak lain.

Tergelitik saya ketika Presiden Amerika datang berkunjung ke Indonesia…Masya Allah hampir di setiap media Televisi berisi tayangan komentar dari berbagai kalangan dan pakar, ramai-ramai menilai sosok Obama. Bahkan tidak sedikit para pakar menyebutkan tidak ada gunanya kedatangan Obama.

Kalau kita fikir dengan fikiran sederhana, orang bertamu dan bersilaturahmi apa sih salahnya???

Adakah orang mau bersilaturahmi mesti dicurigai berbuat yang tidak-tidak??
Bagai mana perasaan kita , jika kita sediri atau orang tua kita ketika hendak berkunjung /bersilaturahmi kepada orang lain terus dicurigai??? Mari kita renungkan..!!!

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain
[Al-Hujurat : 12]

Dalam ayat ini terkandung perintah untuk menjauhi kebanyakan berprasangka, karena sebagian tindakan berprasangka ada yang merupakan perbuatan dosa. Dalam ayat ini juga terdapat larangan berbuat tajassus ialah mencari-cari kesalahan-kesalahan atau kejelekan-kejelekan orang lain, yang biasanya merupakan efek dari prasangka yang buruk.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah seduta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadits no. 6064 dan Muslim hadits no. 2563]

Amirul Mukminin Umar bin Khathab berkata, Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik
Ibnu Katsir menyebutkan perkataan Umar di atas ketika menafsirkan sebuah ayat dalam surat Al-Hujurat.
Bakar bin Abdullah Al-Muzani yang biografinya bisa kita dapatkan dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib berkata : Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu.

Disebutkan dalam kitab Al-Hilyah karya Abu Nuaim (II/285) bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata : Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut.

Sufyan bin Husain berkata, Aku pernah menyebutkan kejelekan seseorang di hadapan Iyas bin Muawiyyah. Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, Apakah kamu pernah ikut memerangi bangsa Romawi? Aku menjawab, Tidak. Beliau bertanya lagi, Kalau memerangi bangsa Sind, Hind (India) atau Turki? Aku juga menjawab, Tidak. Beliau berkata, Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari kejelekanmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari kejelekanmu? Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu [Lihat Kitab Bidayah wa Nihayah karya Ibnu Katsir (XIII/121)]
Komentar saya : Alangkah baiknya jawaban dari Iyas bin Muawiyah yang terkenal cerdas itu. Dan jawaban di atas salah satu contoh dari kecerdasan beliau.

Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata dalam kitab Raudhah Al-Uqala (hal.131), Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai.

Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya. Nuudzubillahi min dzalik..!!!!

Mari kita jangan pernah sekali kali menghakimi orang lain, berburuk sangka kepada orang lain apalagi berburuk sangka kepada Allah SWT, menuding orang lain seolah kita yang paling benar dan hebat.
Ya Allah lindungilah kami dari segala fitnah di dunia dan azab akhirat, amien ya robbal ‘alamiin.

Wassalamu’alaikum Wr Wb.
A.Jimmy Maulani, SE